Aqua's Angel

Kamis, 26 Mei 2016



“Di mana dia? Cari sampai ketemu!”

“Coba cari di taman! Siapa tahu dia kembali mengganggu Claire!”

“Gara-gara anak nakal itu, Nyonya pasti akan marah lagi!

“Cepat temukan sebelum guru keempat hari ini datang!”

Tubuhnya yang kecil memberinya keuntungan. Anak itu duduk memeluk kedua kakinya sendiri di balik semak. Kakinya tidak bersepatu. Benda itu cukup mempersulitnya ketika kabur tadi, jadi dia memutuskan untuk melemparnya begitu saja entah ke mana.

Wanita itu jelas akan memarahi anak itu nanti. Wanita yang dia panggil dengan sebutan ibu.

Saat menyadari sekelilingnya perlahan tenang, dia mengintip lagi dari sela-sela semak, memastikan supaya tidak ada dayang yang tersisa di dekatnya untuk memburu gadis kecil itu lagi. Memantapkan hati, akhirnya dia berlari lagi masuk ke dalam hutan. Orang-orang sering bercerita mengenai betapa menakutkannya hutan hujan di belakang kastilnya. Hutan itu gelap saat seseorang makin masuk ke dalam. Kabarnya ada monster yang jadi penghuni di sana.

Dirinya tidak takut pada hutan yang menyeramkan, tidak juga pada monster yang sering orang-orang ceritakan. Dia lebih takut berada selamanya dalam kastil, berada di kungkungan di mana dia harus menuruti ekspektasi berlebihan sekitarnya. Anak itu yakin akan ada banyak hal indah yang menunggunya di luar sana. Dia hanya harus keluar. Hanya itu satu-satunya cara untuk tidak lagi mendengar makian, ceramahan, serta gerutuan orang-orang di belakangnya selama ini.

Lama-lama tubuh kecil itu kelelahan. Langkah kakinya berhenti setelah hampir tersandung akar besar yang mencuat dari tanah.

Dia duduk lalu membawa bungkusan kecil yang dia bawa. Isinya beberapa potong roti yang dia curi dari dapur. Mereka tidak akan tahu ada sebagian makanan yang hilang karena bahan-bahan di sana selalu berlimpah. Anak itupun memakannya sebagian.

Ketika energinya telah cukup terkumpul, dia melanjutkan kembali jalannya tanpa takut sekelilingnya bertambah gelap. Telinganya hanya menangkap suara-suara gemerisik daun dan bunyi langkah kakinya sendiri. Sudut matanya menangkap titik-titik cahaya yang bergerak-gerak. Penasaran, anak itu pun mengikuti nalurinya.

Pada akhirnya telaga itu terlihat. Airnya jernih dan berkilau serupa permukaan berlian. Saking tajubnya, mulut anak itu terus-terusan menganga dengan mata yang berbinar-binar. Tepat saat itulah, ketika menoleh, dia melihatnya.

Seorang laki-laki duduk dan tertidur di atas dahan pohon yang besar. Kulitnya sepucat dan sehalus porselen. Bulu matanya lentik dan panjang, memperindah wajahnya ketika tidur seperti ini. Bibirnya merah dan ranum. Sementara itu, rambut hitam legamnya menjuntai sampai ke tanah.

Dia mungkin bukan manusia, pikir si Gadis kecil. Dengan kecantikan seperti itu, dia akan mendapatkan dunia.
 
Sebelum gadis kecil itu sempat berlari, ah tidak, bahkan sebelum dia sanggup bernapas secara benar, sepasang mata itu terbuka. Dia pun melihatnya.

Vampir induk yang bermata semerah darah.


0 komentar: