“Di
mana dia? Cari sampai ketemu!”
“Coba
cari di taman! Siapa tahu dia kembali mengganggu Claire!”
“Gara-gara
anak nakal itu, Nyonya pasti akan marah lagi!
“Cepat
temukan sebelum guru keempat hari ini datang!”
Tubuhnya
yang kecil memberinya keuntungan. Anak itu duduk memeluk kedua kakinya sendiri
di balik semak. Kakinya tidak bersepatu. Benda itu cukup mempersulitnya ketika
kabur tadi, jadi dia memutuskan untuk melemparnya begitu saja entah ke mana.
Wanita
itu jelas akan memarahi anak itu nanti. Wanita yang dia panggil dengan sebutan
ibu.
Saat
menyadari sekelilingnya perlahan tenang, dia mengintip lagi dari sela-sela
semak, memastikan supaya tidak ada dayang yang tersisa di dekatnya untuk
memburu gadis kecil itu lagi. Memantapkan hati, akhirnya dia berlari lagi masuk
ke dalam hutan. Orang-orang sering bercerita mengenai betapa menakutkannya
hutan hujan di belakang kastilnya. Hutan itu gelap saat seseorang makin masuk
ke dalam. Kabarnya ada monster yang jadi penghuni di sana.
Dirinya
tidak takut pada hutan yang menyeramkan, tidak juga pada monster yang sering
orang-orang ceritakan. Dia lebih takut berada selamanya dalam kastil, berada di
kungkungan di mana dia harus menuruti ekspektasi berlebihan sekitarnya. Anak
itu yakin akan ada banyak hal indah yang menunggunya di luar sana. Dia hanya
harus keluar. Hanya itu satu-satunya cara untuk tidak lagi mendengar makian,
ceramahan, serta gerutuan orang-orang di belakangnya selama ini.
Lama-lama
tubuh kecil itu kelelahan. Langkah kakinya berhenti setelah hampir tersandung
akar besar yang mencuat dari tanah.
Dia
duduk lalu membawa bungkusan kecil yang dia bawa. Isinya beberapa potong roti
yang dia curi dari dapur. Mereka tidak akan tahu ada sebagian makanan yang
hilang karena bahan-bahan di sana selalu berlimpah. Anak itupun memakannya
sebagian.
Ketika
energinya telah cukup terkumpul, dia melanjutkan kembali jalannya tanpa takut
sekelilingnya bertambah gelap. Telinganya hanya menangkap suara-suara gemerisik
daun dan bunyi langkah kakinya sendiri. Sudut matanya menangkap titik-titik
cahaya yang bergerak-gerak. Penasaran, anak itu pun mengikuti nalurinya.
Pada
akhirnya telaga itu terlihat. Airnya jernih dan berkilau serupa permukaan
berlian. Saking tajubnya, mulut anak itu terus-terusan menganga dengan mata
yang berbinar-binar. Tepat saat itulah, ketika menoleh, dia melihatnya.
Seorang
laki-laki duduk dan tertidur di atas dahan pohon yang besar. Kulitnya sepucat
dan sehalus porselen. Bulu matanya lentik dan panjang, memperindah wajahnya
ketika tidur seperti ini. Bibirnya merah dan ranum. Sementara itu, rambut hitam
legamnya menjuntai sampai ke tanah.
Dia
mungkin bukan manusia, pikir si Gadis kecil. Dengan kecantikan seperti itu, dia
akan mendapatkan dunia.
Sebelum
gadis kecil itu sempat berlari, ah tidak, bahkan sebelum dia sanggup bernapas
secara benar, sepasang mata itu terbuka. Dia pun melihatnya.
Vampir
induk yang bermata semerah darah.
0 komentar:
Posting Komentar