That Time They were Learning (Resolution-End)

Kamis, 16 Juli 2015






Si Gadis mata satu tidak ada di kelas. Viola meski diam dan duduk manis, matanya tidak bisa berhenti melirik pintu yang dibiarkan terbuka. Tiara sendiri telah kembali ke kelas Amarta. Hanya saja saat menoleh ke belakang sewaktu hendak masuk ke kelasnya sendiri, Ratimeria lenyap. Viola menyetujui adanya pendapat kalau kembarannya itu memiliki tubuh seperti bulu, namun tetap saja, bagaimana bisa dia tidak mendengar sama sekali langkah kaki gadis itu tatkala meninggalkannya?

Kalau dia tidak benar-benar bisa mengikuti sekolah umum, kenapa sampai repot-repot menjadi pelajar sementara di sana? Entah di mana Ratimeria sekarang, yang pasti dia pasti sengaja membolos. Tidak mengherankan selama ini sumber kegiatan belajarnya berasal dari pengajaran privat—selain guru-guru yang dipekerjakan, Viola sempat iri kalau Ratimeria kadang menerima didikan langsung dari ayah mereka. Apa yang dia pelajari telah jauh melewati batas materi sekolah formal. Mungkin otaknya mirip Melisma, hanya saja dia tidak punya ambisi untuk mengandalkan segala hal yang dia tahu. Kerjanya hanya mengurusi perusahan produsen-produsen makanan yang tersebar di mana-mana. Sayangnya Viola hanya tahu sebatas itu.

***

Sedari awal dia memang tidak berniat berdiam di dalam kelas. Ratimeria tidak suka kurungan yang berwujud nyata—kelas sekolah adalah salah satunya. Dia berada di halaman belakang sekolah yang dipenuhi tanaman juga rumput liar. Matanya terpaku pada sekuntum bunga kertas yang dihinggapi kupu-kupu merah. Tanpa berkedip dia memperhatikannya hingga akhirnya kupu-kupu tadi terbang.

Mungkinkah.., dia bertanya dalam hati. Langkah mereka mendekat ke sini terlalu berisik?

Ratimeria menoleh. Dia tidak terkejut melihat sepasang gadis berada lumayan dekat dengannya sekarang. Haven dan Isabel. Dia cukup tahu hanya dengan membaca name tag keduanya.

“Kamu siapa?” tanya Isabel. Sebab air muka yang berbeda, juga berkat balutan kain putih di mata kirinya, mereka tidak mengenali wajah Ratimeria mirip dengan Viola ataupun Amarta.

Sounds like rhetorical question to me…” Ratimeria berujar disambut dengan kerutan kening Isabel dan Haven. “Terus kenapa kalian ke sini?”

Isabel dan Haven saling berpandangan sekilas. Mereka mendengar kalau Amarta terus-terusan berbicara dengan guru yang sedang mengantar siswa baru berkeliling sekolah. Gadis itu bertingkah mencurigakan hingga keduanya tidak bisa tenang. Isabel bersikap tenang namun Haven sebaliknya. Mereka tambah cemas karena tidak berhasil menemukan Amarta di mana pun. Atau bahkan gadis cengeng itu nekat datang ke ruang guru.

Pertanyaan Isabel tadi sebatas kilasan karena mereka mendapati Ratimeria tidak mengenakan seragam identitas sekolah seperti siswa lain.

Meskipun hanya dengan mata kanan, Ratimeria menatap mereka bergantian tanpa melewatkan satu detilpun. Isabel—khususnya—merasakan hawa aneh menjalar di tubuhnya.

“Kita pergi aja,” ajak Haven menarik lengan Isabel.

Looking for someone?” Ratimeria bertanya lagi sebelum mereka berdua membalikkan badan untuk pergi.

Haven dan Isabel sama-sama menoleh.

“Kurasa aku tadi melihat seseorang masuk ke sana..,” kata Ratimeria menunjuk ke satu arah.

Mata kedua gadis tadi langsung membelalak begitu mengetahui telunjuk Ratimeria mengarah ke sebuah barak di samping laboratorium biologi. Panik, mereka langsung berlari ke sana. Haven mencoba membuka pintu namun barak itu dikunci dari dalam. Dia pun berteriak menebut nama seseorang dengan terus menggedor-gedor pintu. Isabel sendiri berulang kali menekan-nekan tombol ponselnya diiringi decapan gelisah.

Ratimeria mendekati keduanya dengan langkah tanpa suara. Barulah ketika baik Haven dan Isabel sampai pada puncak frustasi mereka, Ratimeria memberikan saran terbaiknya.

“Tunggulah waktu sekolah usai nanti..” Dia berkata berhiaskan senyuman prihatin. “Kita bisa.. dobrak pintunya sama-sama tanpa menarik perhatian.”

***

Sekelompok laki-laki masih memakai lapangan rumput di belakang gedung sekolah untuk bermain sepakbola. Mau tidak mau Haven dan Isabel harus menunggu mereka selesai—walaupun bisa jadi langit sudah menggelap ketika mereka selesai bermain. Haven sempat mengutarakan keraguannya pada Isabel kalau Amarta benar-benar mengurung diri di barak, tapi kemudian Isabel membalasnya kalau setidaknya kali ini mereka harus percaya. Sedikit sekali orang yang berbohong tetap tinggal di lokasi dia mengatakan kebohongannya.
Perhatian mereka kemudian beralih pada gadis aneh itu. Dia sedang duduk di atas kubus batu-bata dengan mulut mengulum ujung sedotan dari sebuah teh botol. Posisinya saat ini tengah membelakangi mereka.

Hawanya semakin dingin setelah sekeliling mereka mulai gelap serta muncul cahaya kecil yang berasal dari lampu-lampu rumah di atas bukit. Ratimeria tetap bergeming sedangkan Haven dan Isabel tambah gelisah. Setelah memastikan tidak ada lagi anak laki-laki anggota klub sepakbola yang tertinggal, sepasang gadis itu lalu sepakat untuk langsung mendatangi barak. Di dalam suasananya gelap karena lampu remang-remang yang ada di sana tidak dinyalakan.

“Amarta!!” Haven berteriak memanggil. “Jawab aku kalau kamu di dalam!! Mau sampai kapan kamu di dalam situ?!”

Ratimeria berdiri diam di belakang mereka dengan matanya yang tetap mengawasi seksama. Haven terlihat yang paling panik karena dia terus berseru kasar, tapi kemudian tambah menarik karena melihat baik-baik tingkah mereka berdua, Isabellah yang sebenarnya paling ketakutan.

Haven mendadak menoleh ke belakang lalu bertanya bernada melengking pada Ratimeria. “Kamu yakin ada orang di dalam sini?!”

“Kenapa tidak, kalau kalian tidak bisa membuka pintunya dari luar?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Ratimeria namun sangat jelas menjawab pertanyaan Haven.

Kuncian di pintu barak itu ada dua, yakni kunci gembok di sisi luar, serta kuncian batang besi di sisi dalam. Karena gembok yang mereka lihat tidak dalam keadaan mengunci, pintu itu tidak bisa dibuka pastilah karena seseorang mengunci dari dalam.

“Dia benar,” kata Isabel yang sekarang memucat. “Kita harus dobrak pintu ini.”

Haven lalu menggigit bibir frustasi. Dia lalu berkali-kali menendang keras pintu barak tapi sia-sia saja. Sebagai gantinya, gadis itu kembali berteriak membentak. Ratimeria memperhatikan Isabel lagi. Wajahnya makin pucat ditambah kekakuannya menggigiti ujung kuku jari-jarinya.

Tegang di sana semakin parah tatkala tiba-tiba terdengar benda tumpul berjatuhan dari dalam barak. Haven dan Isabel sama-sama membelalak. Bahkan sayup-sayup suara tangisan terdengar.

“AMARTA!!!” Haven yang tampaknya sudah berada di puncak emosinya, menyebut nama itu liar.

Allow me.”

Ketiga gadis itu termasuk Ratimeria langsung menoleh ke belakang pada sumber suara yang tenang. Seorang gadis lagi dengan rambut panjang hitam yang menutupi seluruh punggungnya. Dia merasa tidak perlu respon persetujuan untuk kemudian membuat lubang di dinding kayu barak itu menggunakan pipa besi yang panjang. Suaranya keras sekali sampai-sampai Haven dan Isabel mundur dua langkah.

Gadis misterius tadi melemparkan begitu saja pipa besinya—membuat Haven dan Isabel tersentak. Dia lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam lubang itu lalu meraba-raba sisi dalam pintu, mencari batang besi kecil yang dalam posisi mengunci. Hanya butuh beberapa detik, pintu itupun berhasil dibuka.

Mata Ratimeria dan Melisma sempat bertemu sebelum gadis pualam itu masuk ke sana duluan diikuti Haven dan Isabel. Melisma menyalakan lampu remang-remang di sana. Kedua gadis tadi sontak terkesiap melihat wajah Amarta hampir seluruhnya basah oleh air mata dan tubuhnya diikat dengan tali.

Ratimeria sempat menghela napas kecewa melihat kesalahan kecil yang telah gadis itu lakukan. Namun untunglah saking syoknya, baik Haven dan Isabel tidak bisa mencerna pemandangan di depan mereka kini dengan baik.

Isabel langsung mendatangi Amarta sedangkan Haven terpaku di tempat.

“Kamu nggak apa-apa?” Isabel melepaskan ikatan tali di tubuh Amarta seraya menangis.

Ratimeria lalu duduk di atas meja yang usang dan berdebu. Saat itu juga masuk satu orang lagi yang mereka kenal dengan seragam yang sama dengan Amarta, Haven, dan Isabel. Viola mendesah memandang mereka bertiga penuh arti. Kelopak matanya berkedut menunjukkan keprihatinan. Setelah itu, Haven dan Isabel terdiam tegang.

“Kalian berdua..” Viola berkata pelan. “Apa yang kalian lakukan pada adikku?”

***

Pesan singkat yang diterima Haven siang tadi adalah jebakan.

Aku akan mengakhiri semuanya seperti yang kau mau. Sekali lagi maaf.

Berkat pesan itu Haven panik dan langsung memberitahukannya pada Isabel. Ada dua kemungkinan mengenai apa yang dilakukan Amarta selanjutnya: pertama, mengadukan kejadian yang dia alami pada guru, dan yang kedua menghukum dirinya sendiri. Karena mereka bersahabat dekat cukup lama dan saling mengenal baik, kemungkinan pertama gugur karena Amarta bukan orang yang tega menjerumuskan siapa pun. Otomatis mereka berdua panik luar biasa—karena walaupun Haven dan Isabel tahu bagaimana perlakuan anak-anak lain pada Amarta, setidaknya mereka tidak pernah lupa pernah menganggapnya sebagai sahabat yang menyenangkan.

“Kalian berdua.. Apa yang kalian lakukan pada adikku?” Viola—kembaran Amarta lalu bertanya. Saat itu juga gadis yang tadi membuat lubang pada dinding kayu barak, mengunci pintu itu lagi.

Haven mengernyit begitu menyadari wajah mereka begitu mirip.

“Katakan hanya padaku,” balas Haven berani dengan menjadikan badannya perisai untuk Isabel walaupun di belakangnya juga ada Amarta yang sesenggukan. “Karena yang memberinya pelajaran hari-hari belakangan ini adalah perbuatanku.”

“Kenapa?” tanya Viola lagi.

“Itu…”

“Amarta membuatkanku sup kepiting,” potong Isabel lalu berdiri di samping Haven. Matanya sempat menoleh nanar pada Amarta kemudian kembali menatap Viola.

Viola dan Melisma awalnya mengernyit tidak mengerti. Tapi begitu Isabel meneruskan kata-katanya, raut wajah mereka berubah.

“Aku alergi kepiting,” aku Isabel. “Bukan alergi yang berat. Saat tidak sengaja makan kepiting, beberapa bagian tubuhku hanya akan gatal-gatal. Kalau kupikir-pikir.. Amarta pantas melakukannya karena dia marah aku telah secara tidak sengaja merusak janjinya dengan guru tata boga yang sangat dia sukai.. juga membuat buku agenda yang dia buat dengan susah payah, hancur ketika tidak sengaja aku mendorong tasnya ke sungai…”

Sama dengan Haven, Viola dan Melisma diam menyimak, menunggu alasan sebenarnya.

“Bungkusan sup kepiting itu aku bawa ke rumah.. awalnya kupikir itu hanyalah sup biasa. Ibuku pun memakannya untuk makan malam kami di rumah..” Isabel menutup mata sejenak. Tangannya terkepal. “Ibuku juga alergi. Tapi tidak seperti alergiku yang ringan, alergi ibuku jauh lebih berat. Dia hampir tidak bisa bernapas. Dia hampir mati kalau tidak cepat-cepat dibawa ke rumah sakit.”

Viola langsung membekap mulutnya sendiri sementara Melisma syok. Haven dan Isabel jelas tidak menyadari gadis yang terduduk di belakang mereka tidak lagi sesenggukan, melainkan tertegun dengan sepasang matanya mengerjap-ngerjap tidak percaya.

“Aku anak tunggal…,” kata Isabel yang mulai terisak. “Ibuku adalah keluargaku satu-satunya. Di saat aku tidak bisa menyalahkan Amarta secara langsung, aku hanya bisa cerita pada Haven.. aku tahu alasan Amarta yang murung dan terluka akhir-akhir ini.. sambil menunggunya menyampaikan permintaan maaf padaku secara langsung.. aku pun berpura-pura tidak tahu apa-apa…”

Haven menyentuh bahu Isabel untuk menenangkannya.

“Semua hal yang dialami Amarta adalah perbuatanku sendiri,” klaimnya tegas. “Isabel tidak ikut andil sama sekali.”

Viola, Melisma, serta gadis yang terduduk di belakang Haven dan Isabel lalu membisu. Sebenarnya rencana awal mereka adalah untuk memberi pelajaran pada dalang perundungan Amarta. Tapi setelah tahu alasan di balik itu, sekarang bahkan tidak ada yang berani mengangkat wajah, apalagi untuk berkata-kata.

You’ve heard that..” Ratimeria berujar pelan. “Take the mask off.”

Merasa perintah tadi ditujukan padanya, gadis yang ada di belakang Isabel lalu berdiri. Dia melepaskan wig pendeknya juga menyeka air mata palsu yang membasahi pipinya, membuat Haven dan Isabel membelalakkan mata terkejut. Gadis itu juga melepaskan beberapa jepit di kepalanya hingga rambut panjang ikalnya tergerai panjang sekarang.

Sorry,” ucap Tiara sembari meringis pada Haven dan Isabel. Pandangannya lalu beralih pada Ratimeria. “Berlebihan sekali ya?”

“Bukan kau,” balas Ratimeria datar. Gadis itu lalu menoleh pada Melisma. “Coba buka pintunya..”

Melisma bertingkah bingung. Meski begitu dia lalu membuka kunci pintu dan membukanya. Matanya langsung melebar begitu melihat Amarta yang asli berdiri tepat di ambang pintu sambil menangis tanpa suara.

“Marta..” Viola memanggilnya pelan dengan perasaan campur aduk.

“Kemarilah..,” panggil Ratimeria yang mengulurkan tangan. Amarta lalu mendekat padanya seraya menyeka pipinya yang basah. Tangan itu lalu menangkup di wajah Amarta. “Is it time for apology?”

Amarta mengangguk.

Я скажу вам кое-что, прежде чем делать это. Одна любовь на самом деле только для одного человека .. Вы не можете поделиться им с другом. Это то, что Хейвен пытается сказать вам. Вы можете подружиться со всеми, но только в одном человеке, которого вы можете иметь ее сердце.

Kata-kata itu diucapkan secara lembut dalam bahasa Rusia hingga baik Haven ataupun Isabel tidak bisa mengetahui maknanya. Amarta menunduk lagi lalu mengangguk mengerti meski air matanya kembali mengalir.

Gadis manekin kemudian beranjak meninggalkan barak diikuti Viola dan yang lain tanpa melewatkan menoleh pada Amarta lebih dulu. Melisma yang terakhir keluar kemudian menutup pintu tanpa menguncinya lagi. Dia membayangkan mereka bertiga akan bicara dari lubuk hati yang paling dalam hingga tidak sepatutnya diusik oleh siapa pun. Termasuk mereka berempat.

Amarta ragu-ragu menatap bergantian Haven dan Isabel. Kedua tangannya meremas kuat-kuat roknya hingga kusut tidak karuan. Makna dari kata-kata yang diutarakan Ratimeria terngiang jelas dalam benaknya, membuat gadis itu harus memutuskan tindakannya sendiri—tentu saja bukan cara pengecut yang dia lakukan kemarin-kemarin.


I'll tell you something before you do that. One love actually only for one person.. You can't share it with the other. This is what Haven trying to tell you. You can make friends with everyone, but only in one person you can have her/his heart.

0 komentar: